Potret Pendidikan Buku Limau

Pulau Buku Limau

Tulisan ini disusun dan dibuat pada tahun 2017 saat kunjungan pertama menuju Pulau Buku Limau Belitung Timur. 

Delay Yang Bikin Tegang
Sebenarnya sangat disayangkan penerbangan ke Belitung harus delay. Efek dari terlambatnya pesawat yang kami tumpangi dari bandara Depati Amir menuju Bandara HAS Hanandjoeddin Tanjung Pandan, membuat saya, Arif, Yayan dan Danil  melalui petualangan yang menegangkan.
Tujuan kami berempat saat itu adalah Pulau Buku Limau, sebuah pulau yang menjadi bagian dari Kecamatan Manggar, Belitung Timur. 

Gara-gara pesawat delay kita pun harus berangkat selepas magrib dari Pelabuhan tempat pelelangan ikan Manggar, padahal nelayan dan rombongan sudah memperkirakan kita akan berangkat sebelum gelap, yahh minimal jam 5 sore. Tapi Delay ini tidak mengijinkan kami untuk melihat keseruan menaklukkan gelombang laut yang mengobrak-abrik isi perut dihari terang. Dan saat itu kami pun terpaksa berangkat malam. Tetap dengan ancaman mabuk laut yang hebat. 


Seperti efek domino, delay ini memberi kami pengalaman menegangkan lainnya saat di kapal. Sang kapten lupa membawa kompas dan lampu. Jadi perjalanan satu jam menuju Buku Limau malam itu seperti tragedi Life of Pi yang terombang-ambing dilautan lepas tanpa arah, masing-masing dari kami mencoba untuk pura-pura tenang dan berharap tidak ada tragedi ikan paus berakrobat melintasi kapal. 
Atau tiba-tiba Kaiju nongol dari dasar laut yang gelap kemudian selama diperjalanan kami pun disuguhkan pertarungan antara gerombolan Kaiju dengan para Jeager mirip di adegan Pasific RimAngkat tangan yang punya imajenasi liar kayak gini kalau bengong liatin lautan lepas malam-malam??, Mohon maaf kalau gue doang.

Dermaga Buku Limau
Tapi Alhamdulillah-nya Semua rasa takut itu hilang berkat kelihaian sang Kapten mengendalikan kapal ditengah gelombang tinggi, setinggi satu setengah meter (buat saya itu tinggi) ditambah dengan derasnya angin dilautan lepas dan efek rintikan gerimis menuju hujan. Dengan situasi se-dramatis itu, dimata kami sang kapten bagaikan matador yang berhasil menaklukkan Banteng liar di Plaza del Torro. 
Usut punya usut Gemerlap lampu rumah di Pulau Buku Limau yang samar terlihat dari kejauhan adalah kuncinya. Kilauan yang entah bagaimana bisa terlihat menjadi kompas bagi Sang Matador. 

Malam itu kamipun tiba dengan selamat tanpa mabuk. Walau sebenarnya hampir.
Dan terakhir kami baru tahu jika menyeberang menuju Buku Limau saat malam, tidak banyak dilakukan oleh nelayan bahkan masyarakat asli Buku Limau, mereka lebih memilih berangkat pada subuh atau siang. terlebih gelombang laut sedang pasang. Pergi menyeberang saat gelombang pasang dimalam hari seperti uji nyali.


Tidak ada transportasi umum yang bisa digunakan untuk sampai kepulau ini, jadi menumpang kapal nelayan yang kebetulan berangkat menuju pulau bisa menjadi solusi untuk mengenal Pulau Buku limau. Kalau terpaksa nyarter perorang bisa dikenakan biaya hingga 200 Ribu. Semoga kunjungan selanjutnya akan ada kapal khusus yang menjadi moda transportasi Pulang Pergi Manggar-Buku Limau.


Perjuangan Sang Pencerdas

Guru itu  pahlawan bangsa. Mereka membangun tanah air ini dengan cara yang mulia, yaitu mencerdaskan penghuni ibu pertiwi, dengan harapan kelak generasi negeri ini mampu menjadi generasi yang gemilang dan berguna bagi bangsa dan negara, atau minimal bagi dirinya sendiri. Hebat kan perjuangan mereka?

Tapi ada Perjuangan lain yang dilakukan guru dalam mendidik muridnya, seperti meninggalkan keluarga. Dan ini dijalani sebagian besar guru SD Negeri 29 Manggar yang terletak di Pulau Buku limau.
Perjalanan 50 kilometer yang ditempuh dengan menumpang perahu nelayan harus mereka lalui setiap minggunya bahkan jika cuaca tidak bersahabat atau kapal nelayan tidak melaut, mereka harus menunggu untuk dapat menyeberang ke Buku Limau, bisa berjam-jam atau bahkan berhari-hari. Disaat bersamaan nasib belajar 70an siswa Sekolah Dasar terancam terbengkalai jika sang pencerdas ini tidak segera sampai di Pulau. 
Guru SDN Buku Limau
Kondisi serupa juga mereka alami saat tinggal di Pulau, jika gelombang pasang atau nelayan enggan melaut disebabkan cuaca dan kendala lainnya, para guru ini terpaksa menetap di mess Pulau. Dan baru dapat berkumpul bersama keluarga saat cuaca diakhir pekan sedang bersahabat.
dramatis banget kan?, yah mau gimana lagi begitulah perjuangan para guru di Pulau Buku Limau.

Ada enam orang guru yang bertugas di Pulau Buku Limau, empat diantaranya berasal dari Manggar dan mereka harus bolak balik menyebrang setiap pekan.

Godaan terbesar dari mengabdi di Pulau adalah meninggalkan keluarga dan mengorbankan waktu bersama orang terdekat. 

Proses Belajar Mengajar Di Kelas

Saya pernah punya pengalaman  mengajar, Di sebuah desa terpencil di Sulawesi Barat dan yang terakhir di MTsN Pangkalpinang Bangka Belitung, waktu di MTs setiap hari bulak-balik pakai motor.  Dengan jarak yang bisa ditempuh motor saja masih keinget  seabreg godaannya sampai sekarang.  Apalagi mereka, guru yang mengajar sampai harus menyebrangi pulau. 
Jadi sadar kalau tantangan yang dianggap berat saat itu belum seberapa jika dibanding mereka.  Diatas langit masih ada langit, dan diatas tantangan masih ada tantangan yang lebih berat.

Menembus Batas

Terisolir samudra bukan halangan untuk mengenyam pendidikan, ada Paud dan sekolah SD Negeri di pulau Buku Limau, memang hanya dua itu saja lembaga pendidikan yang terdapat dipulau. Untuk jenjang SMP, SMA dan jenjang lebih tinggi lainnya harus dienyam dengan merantau.

Generasi Pemimpin Masa Depan

Setiap pagi anak-anak Pulau Buku Limau ini akan berangkat kesekolah, kecuali hari libur. Ada semangat yang terpatri dalam diri mereka untuk keluar dari keterbatasan. 
Semangat ini semakin terasa saat melihat mereka belajar disekolah. Benak mereka seolah teriak, "Pendidikan adalah kunci untuk membuka pintu cita-cita". 

Saya memang bukan pembaca benak (mind reader) tapi siapapun yang melihat apa yang saya lihat saat itu pasti akan merasakan apa yang saya rasakan. 
Jauh sebelum proses belajar mengajar dimulai mereka telah berduyun kesekolah, bahkan ada sebagian yang nongkrong dihalaman kelas satu jam sebelum bel masuk. 
"yah wajar aja mereka kan dipulau, apalagi luasnya cuman 50 hektar" justru itu!, kalau tahu jarak sekolah cuman dua menit jalan kaki ngapain nggak nyantai-nyantai dulu sih dirumah. 

Aktifitas Rutin Pagi Hari

Nonton upin-ipin dulu kek, leha-leha dulu atau maenin game apaan gitu di Handphone, Tapi mereka memilih lebih pagi datang ke sekolah.
Satu lagi, mereka begitu menghormati guru, baik saat disekolah maupun diluar sekolah. ada sosok guru yang menemani kami saat dipulau yaitu Pak Bakri, Beliau ini guru kelas VI yang disegani dan selalu didengar petuahnya oleh siswa-siswi SD. Terimakasih untuk guru berprestasi yang  satu ini. Sudah memperkenalkan potret pendidikan di Buku Limau.   


Halang Rintang
Mayoritas masyarakat dipulau ini berprofesi sebagai nelayan, hasil ikan yang berlimpah menjadi potensi menjanjikan dari buku limau dan tidak salah jika nelayan menjadi profesi idaman untuk mendulang rupiah. 
Tidak jarang juga, ini menjadi alasan banyak anak pulau buku limau yang berhenti sekolah atau memutuskan untuk tidak melanjutkan pendidikan kejenjang yang lebih tinggi. Mereka lebih memilih membantu orang tua untuk mencari ikan dilaut dan menaikan derajat ekonomi keluarga.
Aktifitas Mencari Gurita yang biasa dilakukan Murid SDN Buku Limau Setelah Sekolah

Alasan lainnya adalah jarak, waktu, biaya hingga pernikahan dini.  Tentu memerlukan cost berlebih untuk sekolah diluar pulau. Jika ingin melanjutkan kejenjang SMP saja, anak pulau buku limau  harus seminggu bahkan dua minggu menetap di kota Manggar. Beruntungnya ada mess khusus anak pulau buku limau di dekat sekolah, jika tidak ada pilihan lainnya adalah menetap dengan saudara atau ngekos. Dari sini saja kita tahu berapa biaya yang harus dihabiskan untuk melanjutkan pendidikan diluar sekolah.
Orang tua yang imannya nggak kuat untuk menyekolahkan anaknya pasti juga lebih memilih memberhentikan proses pendidikan dan fokus pada melanjutkan bisnis keluarga sebagai nelayan di Pulau Buku limau.
Mess Pelajar Di Manggar Belitung Timur
Tapi alhamdulillahnya tidak sedikit juga orang tua yang peduli dengan pendidikan dan memilih untuk menyekolahkan anak mereka bahkan hingga perguruan tinggi. 
para orangtua ini begitu gigih mengorbankan banyak hal untuk kesuksesan anak-anak mereka bersekolah. satu alasan yang bikin saya tergugah tentang harapan para orangtua ini dengan menyekolahkan anak-anaknya setinggi langit. Yaitu kelak mereka akan kembali ke Pulau Buku Limau dan membangun pulau ini menjadi Pulau yang lebih baik.


"Supaya nanti pak, kalau mereka pulang ke Pulau bisa merubah pulau ini pak!, siapa lagi yang akan membangun pulau ini kalau bukan mereka anak-anak pulau ini pak"

Sebenarnya bukan Hanya pulau ini, Indonesia butuh pejuang seperti mereka yang mengerti pentingnya pendidikan untuk masa depan.
Luar biasa Buku Limau pulau indah dengan para pengejar cita yang pantang menyerah.

0 Komentar