Di Desa Ini Ada Tradisi Unik Saat Menyadap Air Aren

"Terurut sedaun purun ditengah rintis 

Ku kirim ke matahari hendak menggapai matahari menanggung

Ku kirim ke bulan hendak menggapai bulan menanggung

Ku kirim ke hujan hendak hujan menanggung

Kurr semangat kau kabung!!!"


Syair diatas menjadi pembeda dari proses penyadapan air aren di Desa Beruas Kecamatan Simpang Katis Kabupaten Bangka Tengah. Para penyadap di desa ini memiliki ritual unik yang turun temurun diwariskan. 


Masyarakat Desa Beruas mengenal pohon aren dengan pohon kabung dan menyebut air nira dengan air mayang. Hal ini berkaitan dengan legenda rakyat  yang diceritakan para tokoh adat Desa Beruas tentang seorang putri bernama Kabung dan anaknya bernama Mayang. Cerita tentang perjuangan dan pengorbanan antara ibu dan anak ini menjadi muasal dari lahirnya budaya dan tradisi ritual menyadap air kabung yang dilestarikan masyarakat Desa Beruas.


Rangkaian ritual penyadapan dimulai dengan mengucap salam sambil menepuk batang kabung. Ini menjadi proses pembuka yang menandakan jika pohon aren atau Kabung akan segera dipanen. Tidak hanya menyiapkan sebilah parang, petani kabung juga menyiapkan tiga jenis kayu yang berfungsi untuk menempa atau memalu dahan dan tangkai tandan bunga kabung.


Kayu Pemukul Tangkai Kabung

Menurut salah seorang penyadap pohon kabung Khairul, setiap palu memiliki nama dan fungsinya masing-masing. Kayu pertama bernama Pengawal Raja Tumenggung.  Kayu ini memiliki panjang 40 centimeter dan terbuat dari kayu ceraken. Kayu kedua berbentuk prisma segi tiga dengan pegangan di bagian bawah. Dikenal sebagai Si Tako Lima Penghilang Rindu atau Bedaru Lima, kayu ini dibuat dari pohon bedaru. Khairul menjelaskan Bedaru Lima miliknya merupakan warisan sang Kakek yang juga penyadap air kabung. 


Kayu selanjutnya disebut dengan Pelemer. Palu ketiga ini terbuat dari batang pohon sawo berbentuk tabung dan memiliki pegangan di bagian bawah. Ketiga pemukul digunakan untuk memalu batang dan tangkai tandan bunga kabung. Uniknya setiap proses pukul yang dilakukan akan diiringi syair pantun dan shalawat.


Usai dipukul tangkai bunga kabung akan diayunkan secara berulang, penyadap akan kembali melantunkan pantun dan membaca shalawat. Setelah selesai tangkai kabung akan ditinggal selama satu bulan. Untaian syair akan kembali dilantunkan saat air kabung disadap, menurut Khairul bait syair pada ritual kedua lebih panjang dan lebih khidmat.


Menjadi penyadap dilakukan Khairul selama 7 tahun, ia menggantungkan hidup pada hasil penyadapan air kabung yang diolahnya menjadi gula aren.

Ritual sadap air kabung menjadi aktifitas yang tidak terpisahkan proses ini diyakini Khairul membantu meningkatkan hasil panen air aren terlebih jika batang kabung yang disadap dalam kondisi sehat. Dalam satu pohon setiap penyadap mampu mengumpulkan 20 hingga 50 liter air kabung. Air ini akan diproses terlebih dahulu kemudian dikemas dan dijual menjadi minuman yang berkhasiat bagi kesehatan.




0 Komentar