Teknologi Pemecah Limbah Tambang Timah Yang Membantu Petani Padi Sawah Desa Tebing


50 hektar area pesawahan yang menjadikan Desa Tebing sebagai salah satu sentra padi di Bangka Barat

Pertambangan timah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari Provinsi kepulauan Bangka Belitung. Bumi Serumpun Sebalai ini menjadi salah satu jalur timah di Asia Tenggara yang memiliki deposit timah primer potensial.

Sebagai komoditi yang menjanjikan secara ekonomi, aktifitas pertambangan timah marak dilakukan masyarakat. Namun eksploitasi pertambangan timah ini dibarengi dengan dampak yang merugikan.

Aktifitas pertambangan yang dilakukan secara sporadis menghasilkan limbah tambang yang mengaliri area sungai, limbah bawaan ini kemudian mencemari sungai dan merubah komposisi air baku. Hal ini menimbulkan efek domino pada komoditi pertanian padi sawah yang sangat bergantung pada air.

Sentra padi di Desa Tebing kecamatan Kelapa Kabupaten Bangka Barat, menjadi korban dari bahayanya limbah tambang ini. Efeknya terjadi hampir pada setiap komponen padi sawah. Dimulai dari kondisi lahan yang mudah mengering, tanaman padi yang mengalami patah batang, hingga akhirnya produktifitas yang menurun.

Dari 50 hektar area pesawahan yang ada di Desa Tebing rata-rata hasil panen yang diperoleh mencapai 6 ton setiap musimnya. Hasil ini masih belum optimal mengingat proses penggarapan lahan yang belum maksimal. Selain itu keberadaan limbah tambang yang mencemari aliran irigasi sangat mengganggu tumbuh kembang tanaman padi.

Tidak banyak yang bisa dilakukan oleh pemerintah Desa Tebing. Kiriman limbah tambang dari desa-desa yang ada dihulu mustahil dihentikan. Apalagi terbatasnya otoritas Pemerintah desa untuk menertibkan tambang inkonvensional yang marak dilakukan. Solusinya adalah bagaimana kedua sektor ini bisa berjalan berdampingan tanpa ada konflik kepentingan yang mengancam ketertiban dan keamanan Desa.

Sutrisno (kiri) dan Angga Saputra Inovator dibalik teknologi filtrasi

Hal inilah yang memotivasi seluruh unsur desa dalam mengelola limbah tambang timah sekaligus memperbaiki kualitas air pesawahan. Hingga akhirnya Angga Saputra dan Sutrisno, dua dari tiga inovator yang berhasil menggagas teknologi sederhana dalam memecah limbah pertambangan melalui teknologi filterisasi. 

Inovasi Filtrasi Air Baku

Berawal dari hobby memelihara ikan koi, sekretaris Desa Tebing, Angga Saputra mencoba mengaplikasikan filter air dikolam ikan miliknya dalam skala yang lebih besar. Inspirasi sederhana ini kemudian didukung oleh Sutrisno yang memiliki latar belakang sebagai ahli irigasi. Gagasan ini kemudian diamini oleh masyarakat dan pemerintah desa. Dengan proses yang cukup panjang terbangunlah teknologi filterisasi air baku yang ada di area pesawahan Desa Tebing.

Inovasi filterisasi pesawahan yang ada didesa tebing ini dibangun berdekatan dengan daerah aliran sungai dan menjadi pelengkap dari sistem irigasi yang telah dibangun sebelumnya. Ada sedikitnya delapan kolam kecil yang digunakan sebagai filtrasi air baku sebelum kemudian dialirkan menuju pesawahan. Setiap kolam ini memiliki media penyaringnya masing-masing, mulai dari pecahan bata merah, batu split, pasir hingga arang. 

Teknologi yang menggunakan konsep penyaringan air pada kolam ikan Koi

Teknologi ini mengusung fungsi filtrasi, agitasi, adsorpsi, sedimentasi dan addisi. Secara sederhana limbah yang terdapat pada air baku dapat dipecah, dikumpulkan, dinetralisir lalu disaring kembali menjadi partikel yang lebih halus. Limbah extambang timah pada air selanjutnya akan diendapkan kemudian dinaikan kadar p-H airnya melalui media kapur tohor.

Dampak positif dari teknologi filtrasi air baku pada hasil panen petani Desa Tebing

Kini inovasi filtrasi air baku mampu menjadi solusi bagi keberiringan dua aktifitas kontradiktif yaitu tambang inkonvensional dan pertanian padi sawah. Dampak positifnya langsung dirasakan oleh para petani. Kondisi pesawahan yang semakin membaik dan produktifitas hasil padi yang kian bertambah.




0 Komentar