LEBARAN LIBURAN (Bag 3)

jalan-jalan hari ketiga, selfie time..
Ini adalah hari terakhir kami berkeliling mengeksplorasi potensi wisata pulau Bangka. Dan tujuan kita adalah kabupaten Bangka Tengah. dari tujuh kabupaten dan kota yang ada di Babel sebenarnya kami menargetkan Belitung untuk menjadi destinasi melancong keluarga pada liburan lebaran  tahun 2016 lalu.
Kendalanya hanya di budget dan waktu yang begitu mepet. dengan estimasi harga tiket kapal atau pesawat, belum lagi ditambah makan dan hotel, lalu oleh-oleh, jajan dan lain sebagainya, setidaknya butuh 6 bulan persiapan untuk mengatur semua, khususnya untuk menabung.
Uang saku perorang untuk ekspedisi belitung dua hari satu malam sekurang-kurangnya membutuhkan tiga juta, itu sudah termasuk tiket pesawat, hotel, makan, transport dan sebagainya. bagi saya pribadi  mungkin tidak terlalu sulit, tapi pikirkan simanis Nashwa dan Farrel diTambah Ibunya yang juga menjadi tanggungan. budgetnya pasti akan semakin membengkak bukan???.. hahaha.. dengan gaji Kantor standar UMP dan pola hidup kami yang sederhana, sepertinya cara menyiasatinya adalah dengan persiapan yang matang, sistematis dan terstruktur, libatkan POAC (Planning Organizing Actuating Controling), dan pegang teguh teori ekonomi liberal dan demoktratis.. hahahaha.
Dengan pertimbangan tersebut, dua minggu sebelum mamah, dan ketiga adik saya datang ke Bangka kamipun merencanakan perjalanan kami di Negeri Serumpun Sebalai, yaitu berkeliling lima Kabupaten Kota yang ada di Pulau Bangka saja, solutif, aman, terkendali. Yang penting tujuan tercapai dan menang banyak. Hahahah

Pasir Padi

Pangkalpinang memang tidak masuk rencana jalan-jalan kami, toh kita tinggal diKota ini dan cukup jalan masing-masing saja untuk mengunjungi destinasi wisatanya. contohnya pasir padi. Datang kepantai ini bersama Riana dan Mila,  bukan dalam suasana lebaran  tapi ini kami kerjakan pada saat bulan ramadhan tepatnya enam hari sebelum lebaran, (sayang saja kalau dilupakan).
Setelah saur bersama dan shalat subuh, niatnya pengen tidur lagi. Tapi tekad makin bulat buat datang ke Pasir Padi, pas liat kondisi langit timur dari lantai tiga rumah bibi, langsung tersirat dipikiran saya "ini waktu yang pas buat nungguin sunrise"  dibarengi anggukan optimis.Kondisi saat itu memang cerah. Langit bagian timur tempat keluarnya matahari terlihat seksi dengan gradasi warna gelap subuh dan sedikit orange diujung bawahnya.
Tanpa berfikir panjang, saya langsung menculik niat tidur Mila dan Riana yang pagi itu sedang lenjeh-lenjeh dikasur. Dan merubah niat mereka menjadi Mengejar Matahari pagi di Pasir Padi. Wkwkwkwk. 
Setelah sepakat dengan tujuan untuk melihat sunrise kami bergegas mempersiapkan diri, Mila Ngeluarin Yi Cam-nya tapi gak jadi, Riana langsung pilih-pilih baju, Mila mulai bingung harus pake kostum apa kepantai?!, kerudung warna apa??!, dan jaket model gimana yang pas buat berfoto sunrise dengan latar pantai??!!,. Jiahahaha suasana pergolakan batin saat itu semakin meriah, sodara-sodara!!.
Saya masih konsisten dengan kaos hitam yang saya kenakan pada hari sebelumnya dan memakai celana adat sunda sepaket dengan tali kepalanya. Untuk sekedar Post di Path penampilan ini saya kira tidak begitu memalukan, hehe.
Inilah budaya masa kini, sadar nggak sadar kita sedang berkubang dalam rayuan Narsisme dengan media sosial sebagai etalasenya. biarin aja lah.. namanya juga masa kini. LOL.
banyak tekad yang kami bulatkan pagi itu, pertama tekad untuk mengorbankan waktu tidur pagi kami untuk melek nungguin matahari pagi dipantai Pasir padi, kedua tekad jika kostum kami saat ini adalah kostum terbaik menyambut sunrise, dan terakhir, tekad untuk mengumpulkan sebanyak-banyaknya stok foto narsis yang bisa kami share dijejaring sosial kapan saja. Hidup tekadddd!!!!
akhirnya kami pergi kepasir padi dengan menggunakan motor, dan itu hanya satu motor. Saya fikir saat itu kami persis kayak cabe-cabean dan satu terong yang pulang subuh dari kelayapan semaleman. Masih pukul 05. 05 WIB, udara segar masih menyelimuti daerah kolong ijo hingga air itam, kami tak bergeming dengan rasa dingin yang sejak keluar dari rumah bibi tadi begitu akrab menyambut. 
Dengan yakin kami ngebut naik motor bertiga, dan menerabas rasa dinginnya pagi saat itu, Sekilas kami memang terlihat begitu teguh menjaga tekad kami, sebenarnya kami hanya tidak mau membuang percuma waktu leha-leha kami demi sunrise yang telat kami dapatkan. Tapi beruntung tiba di Pasir Padi dengan selamat dan matahari tengah naik perlahan dari laut. 
Akhirnya Sampai Dipasir Padi

sunrise at sandrice beach
Disebut Pasir Padi karena warna Pasirnya yang putih dan mirip dengan buliran padi, ini adalah ikon wisata pantai dari Pangkalpinang, jangan berharap bisa datang kesini dengan angkutan umum, khususnya angkot. Karena rute angkot hanya di jalur utama daerah Air Itam, untuk masuk ke arah pantainya sepertinya kita harus pandai bernegosiasi dengan pak supir dan menentukan harga yang pas agar bisa diantar sampai ke pantai. Itu pun jika penumpang lain tidak keberatan. Intinya pakai saja kendaraan pribadi, titik.
belum tau nama pulau ini, tapi pulau kecil ini jadi spot sunrise andalan dipasri padi
Setelah menaruh motor kamipun menikmati sunrise  pagi itu. Tidak ada suara burung, tidak ada suara deburan ombak, hanya desiran angin pagi yang mulai menghangat disapu mentari. Kondisi pantai saat itu sedang surut panjang hingga deburan ombaknya begitu jauh terdengar. Satu kata untuk menggambarkan sunrise dipasir padi saat itu,  “Indah” kalau boleh nambah satu kata lagi, “eksotis”, udah dua kata aja. 
Mudah-mudahan pagi itu ada pahala yang kami dapatkan dari kunjungan kami ke pantai pasir padi yaitu pahala bersyukur, dan yang kedua pahala ber-tahmid memuji nama sang Pencipta karna takjub akan kekuasaan-Nya... (insyaAllah segala niat ibadah di bulan ramadhan walau sedikit akan dicatat sebagai pahala, amiiiiinnnn).
Tiga menit-pun kami habiskan untuk bertadabbur sisanya kami tetap pada niat kami berfoto-foto ria.



Hari Ketiga Bangka Tengah
Tiga hari, tiga kabupaten, hanya bangka selatan yang tidak kami kunjungi, bukan hanya jarak yang menjadi alasan, tapi destinasinya saja yang hampir sama dengan liburan kami pada hari sebelumnya. Jika berkunjung ke Bangka Selatan Khususnya Toboali, sepertinya lagi-lagi pantai yang akan menjadi destinasi kami, sedangkan itu sudah kita dapatkan di Pulau Putri atau Pasir Padi, belum lagi potensi kuliner khas UMKM atau industri rumahan unggulan dari kota Toboali yang kami kawatirkan belum beroprasi karena masih dalam suasana lebaran, padahal banyak produk kuliner yang ingin kami lihat proses pembuatannya seperti terasi, getas, kricu, hingga kemplang khas toboali. Tidak mungkin juga datang ke pulau-pulau eksotisnya seperti kelapan, pongok, dan celagen, karna keberadaan kapal dan jarak yang menjadi alasannya. Sebenarnya ada satu sih yang membuat penasaran di Toboali yaitu batu belimbing, tapi sayang saja untuk jarak yang hampir sama dengan bangka barat tujuannya hanya untuk melihat batu belimbing. Mungkin ada yang bisa tolong tambahin destinasi Di Bangka Selatan yang belum pernah saya kunjungi?.
Agar lima kabupaten kota di pulau bangka ini berhasil kita eksplor akhirnya dihari ketiga,  kami putuskan untuk ke Bangka Tengah dan juga  tetap ke bangka selatan, bukan Di Toboali tapi di perbatasan yaitu tempat dimana Kolong Biru yang terkenal itu berada.

Penampakan di Hutan Pelawan
Kalau Hari sebelumnya kita berangkat subuh, dan cenderung pagi, pada hari terakhir ini kami berangkat agak siang sekitar pukul sembilan. Target kunjungan kami juga tidak begitu banyak, Hutan Pelawan di Desa Namang dan Kolong Biru Atau Air Bara diperbatasan kota Koba.
Sebelum berangkat kita memang sudah mempersiapkan makan siang untuk kita santap di Pantai Terentang. Dan kamipun berangkat pagi itu, mamah kebetulan tidak ikut, beliau lelah setelah dua hari sebelumnya berkeliling di Belinyu dan Juga Mentok, hanya keluarga kecil saya, Mila, Riana, Novia dan saudara dari Palembang Hasyim.
Sekali lagi, Menyewa mobil lebih aman daripada menggunakan transportasi umum seperti bus atau angkot, resiko tidak ontime cukup besar. Dengan penduduk Babel yang  sekitar 2 jutaan kendaraan pribadi dan sewaan menjadi primadona dibanding angkutan umum. So.. kalau mau keliling pulau Bangka nggak ada salahnya siapkan budget untuk menyewa mobil dikisaran 500 Ribu rupiah. Sudah dapat mobil, supir dan bensin, tapi itu tergantung kesepakatan dengan penyedia jasa rental mobil.
selfi sama Ayang..
Kurang dari Satu Jam kami pun tiba di Hutan Pelawan, seperti biasa Nuansa khas ala hutan dan alaminya begitu kental setiap saya masuk ke Taman keanekaragaman hayati ini. Kicauan burung, cekikikan tupai (mudah2an saya gak salah kalau tupai bunyinya cekikikan) dan sautan jangkrik hutan menambah keasrian hutan ini. 
Tidak heran jika tempat ini Menjadi andalan wisata hutan di desa namang tempat ini juga sekaligus menjadi ikon dari kabupaten bangka tengah, tulisan lain  tentang hutan pelawan pernah saya post di D'Uliners.
Dampak dari seringnya syuting disini membuat saya menjadi lebih mengenal tentang keberadaan hutan pelawan dan potensinya, pas banget waktu ditanya sama mila, riana dan novi tentang apa, kenapa, bagaimana, berapa, dan pertanyaan lainnya tentang hutan pelawan. Pas banget bisa nimpalin dan lumayan bisa jawab walau ada saja yang lupa.
Nashwa dan Farrel terlihat senang berlarian di Rute Jalan yang membelah hutan. Pemerintah sepertinya mempersiapkan betul rute-rute ini sehingga begitu nyaman untuk dilalui, mudah-mudahan dapat dijaga dengan baik oleh pengunjung dan tidak cepat rusak. 
trek ini asik buat jalan-jalan, belum lagi udara sejuknya, makin muwanteppps.
Berbeda dengan apa yang saya lihat, Mila malah melihat sisi lain dari hutan pelawan, dan sisi itu memang tidak pernah saya lihat sama sekali selama saya berkali-kali syuting disini.
Syaida Karmila Sandi, Adik saya yang pertama ini memang beda dari dua adik saya yang lainnya yaitu Riana Milan Sari Dan Novia Nurmalasari. Jelas ketiganya memiliki kelebihannya masing-masing. Mila punya intuisi yang kuat dan kemampuan merasakan kebaradaan hal lain yang tidak dirasakan orang kebanyakan. seperti melihat jin dan merasakan keberadaannya.
Pernah suatu ketika adik saya ini menjadi sasaran amukan jin yang sedang merasuki teman sekosannya, katanya jin ini merasa terganggu dilihat oleh adik saya. Untung tidak ada serangan fisik atau lain sebagainya. Meski pada akhirnya jin ini keluar dari tubuh yang dirasukinya tapi katanya jin ini terus mengikuti teman sekosan Adik saya ini.
kejadiannya saat kami tiba di pondok yang ada ditengah hutan pelawan, Mila melihat ada seorang anak kecil berlari menuju jembatan orange dan menghilang begitu saja. Padahal saya tidak melihat itu sama sekali. Tidak lama setelah itu lalu tiba-tiba hujan... yah emang udah mendung dari pertama kami masuk sih, jadi nggak ada kaitannya,  pas aja kejadiannya, waktu Mila lihat ada sosok penampakan anak berlari dan menghilang  terus hujan turun. kami pun berteduh.
percaya nggak percaya, itulah yang adik saya bilang, saya hanya bisa mendengarkan saja. kita memang diciptakan berdampingan, dan ditakdirkan untuk hidup di dunia yang sama tapi alam yang berbeda. nggak ada niat nakut-nakutin kok. Hehe
hujan cukup lebat saat itu, baru kali ini saya kehutan pelawan dan diguyur hujan, untuknya ada pondok atau gazibu ditengah hutan, dan kami sekeluarga aman berteduh disini.
Setelah hujan reda kami melanjutkan perjalanan ke jembatan orange yang menjadi ikon dari hutan pelawan,  agak sedikit licin melewatinya  jadi perlu hati-hati. Rierie langsung photo-foto, istri tercinta juga nggak mau ketinggalan, nggak sah kayaknya kehutan pelawan kalau nggak foto di jembatan orange ini.
pose andalan Mila
ririe (Riana Milan Sari)


Ummu Farrel & Nashwa
Sang Penakluk Hati (yang digendong)
Biasanya ada monyet berkeliaran di hutan ini, mungkin hujan membuat monyet-monyet ini tidak berani keluar, selain monyet aneka ekosistem hewan juga banyak hidup dihutan pelawan mulai dari burung Tarsius dan lain sebagainya, hanya saja kita perlu bersabar untuk dapat melihat hewan-hewan itu. Yang saya tahu, pada perjalanan saya bersama keluarga kali ini mereka hanya mengeluarkan suaranya saja dibanding rupanya. 
Perjalanan dihutan pun kami lanjutkan hingga memutar kegerbang utama, dan kami akhiri untuk segera berangkat ke destinasi selanjutnya.

Pantai Terentang
Puas berkunjung di hutan pelawan kamipun beristirahat sejenak untuk sholat dan makan siang di pantai terentang. Pantai ini memang menjadi ikon dari kota Koba, jika anda dari Pangkalpinang  letaknya tepat disepanjang jalan utama Pangkalpinang -Koba sebelah kiri menuju gapura selamat datang kota Koba. 
Dari Hutan pelawan ke pantai ini sekitar 15 menit, insyallah itu durasi bersih ya.. bahkan bisa lebih cepat, maklum hampir seluruh jalur di Pulau Bangka Belitung bebas macet.
Setelah memarkirkan mobil kami segera mencari tempat santai dipinggir pantai..
Beberapa warung yang biasa berjualan disepanjang pantai ini kebetulan ada yang buka, saya langsung memesan delapan es kelapa untuk diminum usai makan nanti.
Bagian Pantai yang berhadapan dengan Waterboom pernah menjadi tempat diselenggarakannya event gerhana matahari total, baru-baru ini bahkan menjadi tuan rumah penyelenggaraan olahraga panjat tebing tingkat Nasional, pemerintah kabupaten Bangka tengah  sepertinya konsen betul untuk promosi wisata wilayahnya. Semoga saja dapat memberikan efek positif bagi masyarakat sekitar.
 farrel dan Nashwa Di Pantai Terentang.
Dengan Lempah kuning, sedikit otak-otak sisa lebaran dan kemplang ikan, kami pun begitu konsentrasi menyantap hidangan yang kami bawa dari rumah, Farrel dan Nashwa lebih memilih main di pesisir pantai dibanding makan siang, ibunya cukup kerja keras mengawasi keduanya, saya pun begitu.. walau lebih banyak lahapnya dibanding nontonin dua krucil itu. Saya pikir pantai terentang cukup bersahabat dengan anak-anak, gelombang ombak yang ada saat itupun tidak begitu tinggi, belum lagi pesisirnya yang landai, Farrel dan nashwa dapat bebas nyemplung kalau diperlukan.

Air Barra
Sesuai jadwal tujuan kami selanjutnya adalah kolong biru atau yang dikenal dengan air Barra. Letaknya diperbatasan antara kota Koba dan kabupaten Bangka Selatan. Dari terentang kita tinggal lurus saja kepusat kota Koba dan menyusuri jalur menuju gapura perbatasan Koba, bukan ke arah kecamatan lubuk besar ya.
Keluar dari jalan utama kami pun menyusuri jalan tanah merah untuk sampai ke Kolong ini, berbeda dengan kunjungan saya sebelumnya akses jalannya ternyata semakin parah, rusaknya. Mungkin karena hujan dan banyaknya kendaraan pengunjung yang lalu lalang disini. Bahkan ada jalur memotong keluar rute karena rute utamanya rusak parah.
tangan kiri gendong, tangan kanan tongsis, demi eksis
Sampai di Air Barra Nashwa sudah tidur kelelahan, saya terpaksa menggendongnya, farrel masih asik menikmati perjalanan, tu anak batrenya emang nggak pernah habis. Mila riana masih asik berfoto dengan pemandangan kolong atau danau kaolin ini. (tulisan lain tentang danau biru).
Saya kira akan sepi tapi ternyata diluar dugaan danau ini begitu ramai dikunjungi pelancong lokal dan luar kota. Bagi istri saya ini kunjugannya yang pertama. Kesempatan ini tidak disia-siakannya. Berbagai pose disiapkan untuk berfoto dan mengenang kunjungan pertamanya ini.
Puas dengan pemandangan danau kaolin kami pun bergegas pulang, hari ini cukup melelahkan mungkin efek gendongin nashwa yang tidur dari mulai tiba di danau Kaolin hingga selesai, dan diperjalanan pulangpun si Gadis kecil ini masih pulas tertidur cantik.
Berakhir sudah perjalanan kami di LIBURAN LEBARAN kali ini, semoga ada rencana lain untuk berpiknik ria mengunjungi destinasi lainnya bersama keluarga kecil tercinta.
Pose Andalan Novia

Lama merantau di Bangka, menjalin kedekatan dengan mamah dan adik-adikku sayang di liburan kali ini jelas bermakna. Kita semakin dekat dan dapat saling mengenang kebersamaan kita dulu waktu mamah dan almarhum papah, sibuk-sibuknya ngasuh dan ngedidik kita. tidak terasa kami empat besaudara telah melalui masa-masa kecil, bandel, nakal dan kini tumbuh melewati semuanya, TERIMAKASIH MAMAH. Maafkan Aa kalau banyak salah dan kurang berbakti.. hiks
Kayaknya harus nentuin jadwal kayak gini lagi nih.. biar nggak jadi galau karena kurang piknik.
 

0 Komentar